Tubuh tipisnya seperti wayang kulit saja. Tapi jangan
dikira, tenaganya lebih perkasa dari pada yang kupunya. Aku lebih lemah gemulai
bak penari bedaya.
Subuh, bersamaan dengan kokok ayam, tubuh renta itu telah
beradu dengan kayu dan tungku. Menjerang air pun membuat perapian untuk melawan
dinginnya udara kampung di lereng gunung yang mampu membuat persendian ngilu. Jemari
yang mengeriput, masih lihai menyeduh kopi untuk kekasih hati yang setia
mendampingi.
Usianya sudah melampaui bilangan tujuh puluh, namun raut mukanya
masih nampak seperti perempuan berusia tahun emas. Siang hari menyunggi kayu
bakar yang diambilnya dari ladang.
Aku memanggilnya emak. Ibu dari ibuku. Seorang dukun beranak
desa. Setiap saat selalu siaga. Tengah malam pun pagi buta. Jika ada ibu-ibu
yang membutuhkan pertolongan melahirkan, dan di jaman itu bidan belum merambah
pedesaan, emakkulah yang dengan sabar membantu persalinan mereka.
Berapapun jauh dan berbatu jalan yang ia tempuh, tak pernah
berat kakinya untuk melangkah maju. Emak. Bagiku dia pahlawan meski tanpa
bintang jasa.
Komentar
Posting Komentar