Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Puisi Hujan

A ku ingin menjelma hujan Merinai jatuh Menyentuh apa yang kumau Mencumbu kotamu Lantas lesap di antara    jejak    rindu Mengguyur    hutan, di mana kau teteskan peluh Inginku menjelma hujan Yang tak butuh ijin cuti Dapat bertandang sesuka hati  (c)Wied Kinasih, Alaskembang  Puisi ini dimuat di koran Jawa Pos Radar Malang tahun 2016

Di Balik Tirai Putih

Tadi kudengar hujan datang, Ra Berkelindan di atas genting suaranya riuh redam Kucari suaramu di antaranya, Ra Namun tak jua kutemu, lesap entah di mana Ra …. Di balik tirai kulipat kaki menanti Akankah kau datang lantas mengetuk pintu itu kembali? Sedang bilik hatiku makin sunyi Meski riuh di luar tak terperi Di luar hujan, Ra Dulu kita berlarian di antara rinainya Menyesap tetes yang jatuh satu-satu Lalu kita saling melempar tawa Hanya kita dan hujan kala itu Ah, Ra …. Langit abu itu akhirnya merintih Tak kuasa menahan beban berlebih Sepertiku yang kini tertatih Menantimu di balik tirai putih Akankah kau kembali? © Wied, Alaskembang, 230319

Ibu, Aku Pulang

"Ibu, sebentar lagi anakmu pulang. Membawakanmu setangkup mimpi pun sebuah kebanggaan. Menebus sebuah kegagalan masa lalu. Yang sedikit pun tak kau bayangkan akan menimpaku. Ibu, aku rindu peluk hangat pun do'a tulusmu,” bisik Pras lirih sembari mencari tempat duduk di kabin pesawat. Hatinya gelisah. Antara haru dan bahagia. Lima belas menit menjelang pesawat take off terasa bertahun lamanya. Tak banyak yang tahu bahwa laki-laki berperawakan jangkung itu pernah limbung. Terpuruk dalam kubangan duka. Hanya karena satu hal yang tak pernah ia sangka. Tinggal sejengkal ia lulus menjadi bintara muda. Lagi-lagi jalan nasib berkata beda. Kegagalan harus ia terima. Namun,   kekuatan do’a dan harapan ibu padanya, membuat ia bangkit untuk kembali merangkai asa. Lima tahun mengadu nasib di tanah rantau. Akhirnya sebuah mimpi di raihnya. Ia diterima sebagai karyawan   perusahaan tambang besar di Indonesia. Selama penantian itu pula, tak sekalipun dia pulang hanya untuk melihat

Curahan Hati Seorang Istri

Curahan Hati Seorang Istri Oleh: Wied Kinasih #Surat_terbuka_untuk_Saudara_Robertus_Robert Maaf, tidak saya sisipkan kata yang terhormat untuk Saudara (pakai huruf kapital di sebutan nama dan kata saudara, bagi saya adalah cara menjaga adab). Sejak kecil, orang tua saya menanamkan adab, tapi entah bagaimana didikan orang tua Saudara. Saya takjub melihat titel yang Saudara sandang. Masih muda, sudah S3. Tapi sayang sungguh sayang, cara bicara Saudara tidak menggambarkan kemuliaan. Sungguh tak pantas bagi seorang pendidik menyampaikan hal yang tak sepatutnya didengar. Apalagi ini menyangkut harga diri benteng Pertiwi. TNI. Sakit hati akan hinaan Saudara yang dengan seenaknya-saya yakin itu sebuah kesengajaan- mengubah lirik mars kebanggaan kami, bukan berarti kami seperti apa yang Saudara sebutkan. Kami manusia, punya hati, punya rasa. Apalagi mengetahui Saudara dibebaskan, mendapat kiriman email untuk turut menandatangani sebuah petisi yang isinya mendukung kebebasan Saudara,