"Ma! Ayah tadi dipanggil Pasipers," kata
suamiku setibanya di rumah. Aku mengernyitkan dahi heran. Dipanggil Pasipers
kok laporan. Itukan urusan kantor, bukan urusan rumah tangga.
"Pasipers tanya apa?" Aku balik
bertanya.
"Ah tidak. Beliau cuma memastikan, apa benar Mama daftar jadi Caleg?"
Glek. Agak kaget. Tapi sebentar kemudian aku tergelak.
"Ah tidak. Beliau cuma memastikan, apa benar Mama daftar jadi Caleg?"
Glek. Agak kaget. Tapi sebentar kemudian aku tergelak.
“Jadi caleg? Hahaha.. ada-ada saja. Kabar dari
mana, Ayah?”
Suamiku kembali bercerita. Katanya banyak yang tahu fotoku terpampang di baliho-baliho pinggir jalan. Padahal tak pernah sekejappun aku bersentuhan dengan dunia politik.
"Wajah caleg yang mirip Mama kali, Yah. Kan banyak yang bilang kalo ada yang mirip Mama. Syukur deh kalau ada Caleg yang wajahnya mirip."
Lanjutku tapi tetap dengan tertawa cekikikan.
Suamiku kembali bercerita. Katanya banyak yang tahu fotoku terpampang di baliho-baliho pinggir jalan. Padahal tak pernah sekejappun aku bersentuhan dengan dunia politik.
"Wajah caleg yang mirip Mama kali, Yah. Kan banyak yang bilang kalo ada yang mirip Mama. Syukur deh kalau ada Caleg yang wajahnya mirip."
Lanjutku tapi tetap dengan tertawa cekikikan.
“Kok
ketawa sih, Ma?”
Suamiku protes.
Siapa
yang tidak akan tertawa mendapat berita perempuan desa, lereng gunung maju daftar
jadi caleg. Fotonya tersebar di baliho-baliho pinggir jalan lagi. Atau
gara-gara sering narsis di wall FB ada yang iseng mengunduh fotoku buat
dipasang di sana ya. Aku diam. Berpikir. Mulai percaya dengan gossip yang cepat
menyebar di kantor suamiku. Sedikit was-was. Jangan-jangan fotoku dikomersilkan
dan sepeserpun aku tidak mendapat royalty. Keterlaluan.
“Ayo, Yah
antar Mama.”
“Kemana?”
“Ke
pasar sebentar.”
Kuajak
suamiku ke pasar sebenarnya cuma alasan. Padahal aku ingin membuktikan sebuah
kebenaran.
Benar
ternyata. Foto-fotoku banyak terpampang di baliho. Aku ternganga Bagaimana
mungkin.
“Tuh,
Ma, lihat. Memang benerkan itu foto Mama.” Kata suamiku.
Kapan Mama urus administrasi kok Ayah sampai tidak
pernah tahu?” Suamiku masih saja bertanya. Sedang aku tetap diam. Tidak
mengerti mengapa bisa begini.
“Ndak
bisa dibiarkan, Ayah.” Kataku kemudian.
“Maksud
Mama?”
“Coba
lihat itu bener foto Mama. Tapi kenapa namanya bukan nama Mama?”
“Iya
ya… kok namanya DEWI YULL?” Kata suamiku tidak kalah heran.
“Ayo
kita ke kantor KPUD, Yah. Sekarang!”
“ Buat
apa ma?”
“Protes
to. Harusnya yang ditulis nama Mama
bukan nama artis ibukota.” Aku mulai berang.
Suamiku
terus saja berusaha menahan.
“Ma,
Istighfar! Ingat, Ma. Bangun! Dari tadi kok ngelindur”
Aku
terkesiap. Pipiku ditepuk-tepuknya supaya segera membuka mata. Ternyata Cuma mimpi
jadi caleg di siang bolong.
©Wiwied
Kinasih, Mlg
Hehehehe tidak menutup kemungkinan dilain kesempatan pantes juga Lo Bu .....njenagan nyaleg
BalasHapusHe-he-he ... dapil hati dan sukma. aiih ... :D
Hapus