Sudahkah Voice, Choice, dan Ownership Siswa Kita Akomodir untuk Membentuk Karakter Kepemimpinan pada Murid?
Koneksi antar materi Modul 3.3
Sri Widyowati Kinasih, S.Pd
CGP 5 Kelas 72
Kabupaten Malang Jawa Timur
Tahun 2022
Sudahkah Voice (suara), Choice
(pilihan, dan Ownership (kepemilikan) Siswa kita akomodir untuk Membentuk
Karakter Pemimpin?
Saya merasa semakin senang dan yakin,
bahwa marwah guru Indonesia akan kembali jika semua guru Indonesia benar-benar
mengimplementasikan Filosofi Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Bahwa
setiap anak yang lahir seperti kertas putih dengan tulisan samar, maka tugas
guru adalah menebalkan tulisan yang samar tersebut, menebalkan kodrat baiknya
untuk kebermanfaatan kelak dalam hidupnya. Tak hanya itu, bahwa metavora
mendidik siswa layaknya merawat padi, maka sebagai guru kita harus paham
masinmasing karakter siswa, sehingga pembelajaran yang benar-benar berpihak
pada murid dapat terwujud. Dengan demikian, pembelajaran tidak melulu intriksi
dari guru, tetapi juga bagaimana suara dan pendapat mereka didengarkan dengan
baik. Maka dengan mempelajari modul ini, semoga banyak guru tercerahkan
sehingga murid bahagia, guru pun menjadi mulia karena ilmu yang dibaikannya.
Dari modul ini saya belajar
tentang Kepemimpinan murid, Aspek lingkungan, serta peran komunitas dalam
mengembangkan kepemimpinan murid. Pada sub materi kepemimpinan murid, bagaimana
guru mengakomodir suara, pilihan, dan kepemilikan untuk menumbuhkan student
agency yang akhirnya menjadi praktik baik pada karakter kepemimpinan murid.
Pada sub materi Aspek Lingkungan, saya belajar tentang 7 aspek lingkungan yang
berdapak positif pada pembentukan student agency. Pada sub materi peran
komunitas dalam pengembangan kepemimpinan murid adalah tentang asset yang ada
dan mendukung murid untuk memiliki kapasitas yang mempengaruhi serta mengontrol
diriya melalui tindakan-tindakan yang dilakukannya.
.
Materi pada modul ini sangat berkaitan erat dengan modul-modul
sebelumnya. Hal ini sangat terasa selama saya menjadi Calon Guru Penggerak,
bahwa setiap modul dibuat runtut serta tidak hanya sekadar memunculkan materi.
Dari modul 1.1 yang mengulas habis tentang filosofi pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara, bahwa seorang pendidik harus mampu menjalankan 3 konsep pendidikan
yaitu Ing ngarso Sung Tuladha (seorang guru harus memberi teladan yang baik),
Ing Madya Mangun Karsa (ketika berada di tengah, seorang guru mampu memberi
kekuatan dan motivasi untuk terus bergerak maju), Tut Wuri Handayani (ketika di
elakang, sorang guru harus bisa memberi dorongan). Selain itu, pada modul ini,
CGP benar-benar dibuka mindset tentang pembelajaran yang berpihak pada murid.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa setiap anak terlahir dengan kodrat dan
kelebihannya, maka inilah yang harus ditebalkan oleh guru. Hubungannya dengan
modul 3.2 adalah bahwa seorang pemimpin pembelajaran harus mampu membaca setiap
kelebihan yang dimiliki siswa sebagai modal atau asset untuk mewujudkan
pendidikan yang berkualitas.
Pada modul 1.2 yang dibahas tentang dasar-dasar pemimpin dalam
pembelajaran yaitu Nilai dan Peran Guru Penggerak. Pada modul tersebut, seorang
CGP dibekali tentang bagaimana menjadi seorang pembelajaran dengan memanfaatkan
Inkuiri Apresiatif. Semua materi yang ada, sangat berkaitan erat dengan modul
3.2.
Selanjutnya pada modul 1.3 Guru Penggerak disajikan bagaimana cara
membuat visi dengan menerapkan IA yang di dalamnya terdapat BAGJA (Buat Pertanyaan,
Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, dan Atur Eksekusi). dalam
berpikir strategis disebutkan bahwa
perubahan yang positif dan konstruktif membutuhkan waktu dan sifatnya
bertahap. Oleh sebab itu, sebagai Pemimpin Pembelajaran, guru harus selalu
berlatih mengelola diri sendiri dan berupaya menggerakkan orang lainyang berada
di dalam lingkaran pengaruhnya. Hal tersebut akan sangat bermanfaat saat
berproses melakukan perubahan dapat dilakukan secara kolaboratif dengan rekan
guru di sekolah. Materi-materi tersebut juga kembali diulas pada modul 3.2.
Pada modul 1.4, yang dibahas adalah tentang Budaya Positf dengan
memunculkan tiga restitusi dalam menyelesaikan sebuah masalah. Hal ini sangat
berkaitan dengan komunitas sekolah yang sehat dan resilien yang dibahas pada
modul 3.2. Budaya positif adalah asset untuk mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas. Tentu saja asset ini yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin
pembelajaran dalam memanfaatkan sumber daya untuk mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas.
Begitu juga dengan modul 2.1 yang membahas tentang Peran Penilaian dan
Pembelajaran Berdiferensiasi. Pada Modul ini, CGP diberi pemahaman tentang
bagaimana seorang pendidik hadir di tengah-tengah murid dengan memberi ruang
untuk mereka belajar sesuai dengan profilnya. Sorang guru mampu menghadirkan
kesiapan belajar siswa, mampu membaca minat belajar siswa, sehingga
pembelajaran yang berpihak pada siswa sangat terlihat. Pada modul ini, setiap
siswa ditonjolkan assetnya yang lagi-lagi menjadi modal dalam berhasilnya
sebuah pembelajaran berkualitas serta berkaitan erat dengan modul 3.2.
Pada Modul 2.2, dibahas tentang pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab, keterampilan berelasi, kesadaran sosial, manajemen diri, dan kesadaran
diri, yang semuanya menjadi dasar seorang berhasil menjadi pemimpin
pembelajaran. CGP benar-benar dibekali dengan berbagai contoh nyata di dunia
pendidikan sehingga berhasil membangun mindset baik untuk mewujudkan
pembelajaran yang berkualitas dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Pada Modul 2.3, CGP belajar tentang coaching dalam supervise akademik.
Modul ini menjadi hal yang sangat penting bagi seorang pemimpin pembelajaran
yang hadir tidak untuk menonjolkan egosentris tetapi mampu mendampingi orang
lain untuk mengoptimalkan diri mereka, memberi ruang untuk menemukan ide dengan
keterampilan bertanya yang baik, tidak mendoktrin tetapi menggiring serta
memantik orang lain untuk menemukan jawaban serta solusi tentang masalah yang
dihadapi. Begitulah seorang pemimpin pembelajaran yang baik seharusnya hadir.
Modul ini juga berkaitan erat dengan materi Pemipin pembelajaran yang mampu
Memanfaatkan Sumber Daya di modul 3.2.
Pada modul 3.1 CGP diberikan materi tentang Dilema Etika dan bagaimana
langkah-langkah dalam mengambil keputusan. Hal ini sangat berkaitan dengan
materi di modul 3.2, bahwa seorang pemimpin pembelajaran pastilah akan
dihadapkan pada dilemma etika dengan unsur lain di ekosistem sekolah. Seorang
pemimpin pembelajaran harus mampu membedakan apa itu dilemma etika dan bujukan
moral. Seorang pemimoin pembelajaran harus mampu mengendalikan emosi melalui
PSE dan KSE. Dengan demikian, pembelajaran yang berkualitas serta berpihak pada
murid dapat terwujud.
Pada modul 3.2 tentang Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber
Daya, saya semakin optimis dan menjadi tahu tentang asset yang dimiliki sekolah
untuk dimanfaatkan. Kekurangan yang ada adalah hal yang menjadi tantangan untuk
diganti menjadi lebih baik dengan memanfaatkan semua asset yang ada. Kekurangan
bukan lagi menjadi halangan untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas,
karena ada banyak asset yang dimanfaatkan untuk terus maju dan berkembang.
Dari keterkaitan materi mulai modul 1.1 hingga 3.3, bahwa semua tempat
adalah sekolah. Murid kadang bisa menjadi guru sehingga seorang pendidik bebar-benar
menjadi penuntun yang baik, dan mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada
siswa. Guru bukan lagi diktaktor yang semua intruksinya harus didengar dan
dilaksanakan tanpa memberi kesempatan siswa untuk bersuara dan menentukan
pilihan.
Sekolah seharusnya adallah tempat yang menyenangkan untuk murid belajar
mempersiapkan dirinya untuk terjun di masyarakat sosial. Bagaimana hal tersebut
dapat tercapai? Tentu saja jika suara serta pilihan dari akar rumput (siswa)
diakomodir dengan baik. Penghargaan dan apresiasi atas kepemilikan (karya)
siswa pun perlu dilakukan. Evaluasi serta refleksi tidak hanya dilakukan oleh
guru, tapi siswa juga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan refleksinya.
Dengan demikian, pembelajaran yang berpihak pada siswa benar-benar terlaksana.
Semua program sekolah tidak berhenti hanya karena ide, suara, dan pilihan siswa
dibatasi oleh aturan yang kaku. Dengan memberi kesepatan siswa untuk melakuakn
evaluasi dan refleksi, maka saya yakin segala hal yang bertujuan untuk kebaikan
dan kebermanfaatan benar-benar menjadi kebutuhan siswa bukan lagi tuntutan yang
harus mereka penuhi. .
***
Alaskembang, Malang, 20 Nopember 2022
S W Kinasih
Komentar
Posting Komentar